Kamis, 10 Maret 2011

India Cokok Dua Pilot Gadungan



India tampak belum siap menghadapi lonjakan permintaan layanan penerbangan komersil.
RABU, 9 MARET 2011, 16:24 WIB
Renne R.A Kawilarang

Pesawat milik maskapai Air India di Bandara New Delhi (AP Photo)
    VIVAnews - Pihak berwenang India menindak dua orang pilot pesawat komersil yang berijazah palsu. Berasal dari maskapai berbeda, kedua orang itu sebenarnya belum lulus pendidikan khusus pilot.

    Menurut harian The Times of India, Rabu 9 Maret 2011, kedua pilot itu masing-masing bekerja untuk maskapai lokal, IndiGo dan MDLR. "Selain mencabut izin mereka, kami juga melaporkan kedua oknum itu ke polisi untuk diproses lebih lanjut," kata Direktur Jenderal penerbangan Sipil India (DGCA), Bharat Bhusnan, yang dikutip The Times of India.

    Bulan lalu, DGCA juga mencokok seorang pilot gadungan di maskapai IndiGo. Perempuan itu kedapatan memalsukan sejumlah dokumen agar mendapat lisensi menjadi pilot.

    Namun, keahlian pilot gadungan itu mengundang kecurigaan setelah dia melakukan kesalahan fatal. Dalam satu kasus, dia mendaratkan pesawat dengan terlebih dulu mengarahkan roda depan ke landasan.

    Padahal, sesuai prosedur dasar pendaratan, pilot harus terlebih dahulu mendaratkan roda-roda bagian belakang pesawat ke permukaan landasan. Kesalahan fatal perempuan pilot mengakibatkan pesawat Airbus A320 mengalami kerusakan. Menurut media massa India, dia sudah melakukan kesalahan prosedur pendaratan hingga 15 kali.    

    Ditemukannya sejumlah pilot gadungan menjadi indikasi bahwa India  belum siap menghadapi lonjakan permintaan layanan penerbangan komersil. Sejak liberalisasi industri penerbangan pada 1990-an dan naiknya pendapatan rata-rata kelas menengah di India, jumlah penumpang pesawat terus naik. Dalam 12 bulan terakhir, jumlah penumpang pesawat komersil meningkat 25 persen.

    Menghadapi persaingan yang ketat dengan anggaran seadanya, sejumlah maskapai lokal berlomba-lomba merekrut pilot-pilot lokal dengan mengabaikan kualitas pendidikan mereka.

    Beraksi dengan Kacamata 'Jari'



    Kacamata dijual dalam edisi terbatas di Prancis dengan harga sekitar US$300.
    RABU, 9 MARET 2011, 12:02 WIB
    Siswanto, Lutfi Dwi Puji Astuti

    Kacamata 'Jari' (geniusbeauty.com)
      VIVAnews – Saat ini, makin banyak orang yang menyadari akan bahaya yang dapat ditimbulkan paparan ultraviolet matahari bagi kesehatan mata. Itu sebabnya, mereka meningkatkan perlindungan di area ini.

      Paparan ultraviolet matahari yang berlebihan akan meningkatkan risiko terkena katarak, petrigium, fotokeratitis, dan perubahan degeneratif pada kornea mata.

      Kesadaran banyak orang akan bahaya sinar ultraviolet ini kemudian dimanfaatkan oleh produsen sunglasses dengan menciptakan beraneka ragam model kacamata surya.

      Satu di antaranya produsen kacamata Jeremy Scott yang bekerjasama dengan Linda Farrow. Mereka mendesain kacamata dengan model yang tak biasa. Yakni, berbentuk jari-jari tangan yang tengah melindungi mata dari paparan sinar matahari, dikutip dari laman Genius Beauty.

      Yang menarik, desain kacamata unik ini berbeda dari model frame kacamata biasa yang berbentuk bulat, oval, dan kotak . Warnanya pun tersedia banyak pilihan, mulai dari warna terang sampai gelap.

      Kacamata ini cocok dipakai pria dan wanita. Kacamata dijual dalam edisi terbatas di Prancis dengan harga sekitar US$300. 

      Psikolog Pencetus Terapi Telanjang



      Ia melakukannya agar para pasien yang mayoritas pria merasa nyaman.
      RABU, 9 MARET 2011, 16:43 WIB
      Petti Lubis
      VIVAnews - Berbeda dari terapis psikologi yang lain, Sarah White punya metode unik untuk mengorek permasalahan yang dihadapi pasiennya. Wanita cantik 24 tahun itu tidak malu melepaskan helai demi helai busananya selama sesi terapi.
      Ia melakukannya agar para pasien yang mayoritas pria merasa nyaman. Psikolog cantik ini percaya cara tersebut membuatnya lebih mudah mengupas semua informasi tanpa disadari pasien. Metode ini juga membantu pria lebih fokus, lebih dapat melihat ke dalam dirinya, serta lebih terbuka.

      Sejauh ini, Sarah telah menangani 30 pasien yang terdiri dari mahasiswa dengan masalah seksual, pria dewasa dengan masalah rumah tangga, hingga wanita yang menyukai perbincangan tanpa menggunakan busana. Lihat Sarah dalam bidikan kamera, di sini
      Walau mendapatkan banyak pasien, bisnisnya menuai banyak kritik. Selain tidak memiliki sertifikat, Sarah dinilai melanggar kode etik American Psychoanalytic Association.