Sabtu, 30 April 2011

Masakan Rumah Tangga Penyebab Keracunan Makanan Paling Banyak




img
(Foto: thinkstock)
Jakarta, Ratusan juta manusia menderitapenyakit menular dan tidak menular karena pangan yang tercemar. Yang mencengangkan, kebanyakan dari kasus tersebut berasal dari produk olahan rumah tangga.

"Dari data KLB (kejadian luar biasa) untuk kasus keracunan makanan, maka yang terbanyak adalah berasal dari masakan rumah tangga," jelas Dr Ir Roy Sparingga, M.App,Sc, Deputi Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM dalam acara Lokakarya Keamanan Pangan Olahan bagi Wartawan di Hotel Menara Peninsula, Jakarta, Kamis (28/4/2011).

Menurut Dr Roy, agen dugaan penyebab KLB keracunan makanan paling banyak disebabkan oleh mikroba yaitu sebesar 21 persen, sedangkan bahan kimia 13 persen dan sisanya tidak ada sampel.

Berikut pangan penyebab kejadian luar biasa keracunan pangan yang disampaikan oleh Dr Roy:

  1. Masakan rumah tangga (562 kasus)
  2. Pangan olahan (205 kasus)
  3. Pangan jasa boga atau jasa catering (271 kasus)
  4. Pangan jajanan (186 kasus)
  5. Lain-lain (15 kasus)
  6. Tidak dilaporkan (25 kasus)

"Jadi terlihat masakan rumah tangga paling banyak menyebabkan kasus keracunan makanan," jelas Dr Roy.

Masakan rumah tangga bisa dikategorikan juga pada pangan produksi UKM (Usaha Kecil Menengah), termasuk Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP).

Pangan yang dihasilkan UKM/IRTP sebagian besar dikonsumsi masyarakat menengah ke bawah termasuk anak-anak sekolah.

"Dengan demikian, pangan UKM yang tidak aman berdampak dapat membahayakan kesehatan konsumen, bahkan jika berlangsung berlarut-larut dapat berdampak menghambat perkembangan SDM generasi yang akan datang," jelas Prof Dr Ir Dedi Fardiaz, MSc, peneliti senior Southeast Asi Food and Agricultural Science and Technology Center (SEAFAST Center) Institut Pertanian Bogor.

Prof Dedi menjelaskan, penyakit karena pangan paling sering menyebabkan diare, yaitu gejala ringan keracunan makanan yang jarang disadari orang.

"Diare itu sudah gejala keracunan, tapi kan orang tidak sadar kalau dia mengalami keracunan makanan," jelas Prof Dedi.

Bagaimana menanganinya?

Masalah utama dari produksi industri rumah tangga pangan (IRTP) adalah karena kurangnya higienitas fasilitas dan kegiatan, serta sanitasi yang tidak memadai.

"Sebenarnya caranya sederhana saja, seperti pakai sarung tangan. Nggak usah sarung tangan yang mahal-mahal, cukup pakai kantong plastik kan bisa. Sarung tangan melindungi pangan dari pencemaran melalui jari-jari tangan. Lalu bisa pakai tudung saji, tudung saji itu luar biasa sekali manfaatnya," jelas Prof Dedi.

Selain itu, ada pesan keamanan pangan yang sederhana tapi penting yang disampaikan Prof Dedi, yaitu sebagai berikut:

  1. Cuci tangan sebelum mengolah makanan
  2. Jangan mengolah pangan tanpa mengenakan pakaian
  3. Pakai tutup kepala, gunakan celemek dan sarung tangan.
  4. Jangan masak di dekat kandang dan hewan peliharaan
  5. Jangan kerja (mengolah makanan) di lantai
  6. Jangan kerja (mengolah makanan) dekat tempat sampah.

Ekspresi Rasa Bahagia Paling Susah Dikeluarkan Orang Asia






img
(Foto: thinkstock)
Washington, Berbeda dengan orang barat yang sangat ekspresif mengungkapkan rasa bahagianya dengan mengabarkan keberhasilan atau kesenangan ke orang lain, orang Asia sangat susah berlaku demikian.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan psikolog dari University of Washington, orang Asia lebih sulit mengekspresikan rasa bahagianya serta susah untuk berpikiran positif karena percaya rasa bahgia itu akan cepat berlalu.

Tipikal budaya orang Asia bahwa hidup tidak hanya berisi kebahagiaan membuat mereka khawatir merayakan kebahagiaan secara berlebihan. Kebanyakan orang Asia percaya, selalu ada kesedihan sesudah merayakan kebahagiaan.

Survei yang dilakukan terhadap mahasiswa Asia menunjukkan tidak adanya hubungan emosi positif dengan penurunan kadar stres atau depresi. Hal ini terlihat berbeda dengan orang Eropa dan Amerika yang justru menunjukkan adanya kaitan emosi positif terhadap penurunan kadar stres dan depresi sehingga lebih ekspresif dalam mengungkapkan kebahagiaan.

Studi ini melibatkan 633 mahasiswa asal Asia, Amerika-Asia dan Eropa-Amerika. Penelitian ini untuk melihat perilaku ketika mengalami stres dan depresi, seberapa sering memiliki suasana hati yang sedih, merasa tidak berharga atau perubahan tidur dan nafsu makan.

Peserta juga dinilai intensitas emosi positif yang dirasakannya termasuk perasaan tenang, percaya diri, sukacita dan perhatian.

Hasilnya, didapatkan bahwa pada peserta Eropa-Amerika menunjukkan emosi positif atau berpikiran positif akan berdampak pada menurunnya tingkat depresi dan stres. Sedangkan pada kelompok Asia-Amerika hanya sedikit pengaruh emosi positif itu pada penurunan kadar stres.

Sebaliknya pada orang Asia murni sama sekali tidak ditemukan pengaruh emosi positif terhadap penurunan tingkat stres. Temuan ini menunjukkan bahwa orang-orang Asia menafsirkan dan memiliki reaksi emosi positif yang berbeda pada kesehatan mentalnya.

"Orang Asia beranggapan kebahagiaan yang muncul adalah sinyal sesuatu yang buruk akan terjadi selanjutnya, dan mereka percaya rasa bahagia tersebut akan cepat berlalu," ujar Janxin Leu, seperti dikutip dari MedIndia, Kamis (28/4/2011).

Kurangnya pengaruh emosi positif terhadap ekspresi bahagia pada orang Asia diduga karena sebagian besar orang Asia selalu berpegangan pada prinsip Yin dan Yang, yang menanamkan keseimbangan alami untuk hal baik dan buruk.

Kondisi ini pula yang turut mempengaruhi orang Asia untuk sulit mengekspresikan kebahagiaan dan pikiran positifnya.

"Jadi terapi yang mengandalkan emosi dan berpikir positif pada orang barat mungkin tidak akan cocok digunakan untuk orang Asia dan bisa saja membuat pasien merasa lebih buruk," ungkap Leu.

Serangan Jantung Lebih Mematikan di Pagi Hari


img
foto: Thinkstock
Madrid, Risiko kematian selalu tinggi ketika terjadi serangan jantung. Namun jika terjadi pada pagi hari, serangan jantung 20 persen lebih berisiko memicu kematian dibandingkan serangan jantung yang terjadi di waktu-waktu lain sepanjang hari.

Berbagai penelitian sebelumnya memang menunjukkan bahwa serangan jantung lebih sering terjadi pada pagi hari. Meski begitu, belum ada yang membandingkan risiko kematian akibat serangan jantung yang terjadi pada waktu-waktu tertentu termasuk di pagi hari.

Baru-baru ini, para peneliti dari National Center of Cardiovascular Disease di Spanyol berhasil mengaitkan risiko kematian dengan waktu terjadinya serangan jantung. Serangan jantung yang terjadi antara pukul 6 pagi hingga tengah hari paling mematikan dibandingkan pada waktu lainnya.

Peningkatan risiko kematian pada serangan jantung yang terjadi di pagi hari cukup tinggi, yakni seitar 20 persen. Diduga, pemicunya adalah sistem hormonal dan metabolisme yang mengalami peningkatan aktivitas pada pagi hari setelah bangun tidur.

Peningkatan tekanan darah di pagi hari juga diyakini juga ikut mempengaruhi meski pendapat ini masih kontroversial. Sebab penelitian terbaru di Harvard Medical School menunjukkan, jam biologis manusia justru membuat tekanan darah turun ke titik terendahpada pagi hari.

Penelitian tersebut melibatkan 811 pasien serangan jantung yang dirawat di berbagai rumah sakit di kota Madrid, antara tahun 2003-2009. Dikutip dari Dailymail, Jumat (29/4/2011), sebagian besar partisipan mengalami infark myokardiak, yakni serangan jantung yang dipicu penyumbatan pembuluh darah yang berkepanjangan.

Sesuai dengan penelitian-penelitian terdahulu, sebagian besar partisipan yakni 269 orang mengalami serangan jantung antara pukul 6 pagi hingga tengah hari. Sisanya, 240 orang mengalaminya antara tengah hari hingga pukul 6 sore, 161 antara pukul 6 sore hingga tengah malam dan 141 antara tengah malam hingga pukul 6 pagi.

Kenapa Nafsu Makan Semakin Besar Jelang Menstruasi




img
(Foto: thinkstock)
Jakarta, Penelitian membuktikan sebagian besar perempuan mengalami peningkatan makan sekitar 100-200 kalori beberapa hari sebelum menstruasi. Hanya sedikit saja perempuan yang nafsu makannya justru turun menjelang menstruasi.

Apa yang bikin nafsu makan sebagian besar perempuan gede menjelang menstruasi?

'Tersangkanya' siapa lagi kalau bukan hormon estrogen dan progesteron. Fluktuasi hormon yang drastis, timbulnya kram perut serta meningkatnya kadar metabolisme adalah parapenyebab nafsu makan tinggi itu seperti dikutip dariWomenshealthinfo, Kamis (28/4/2011).

Peningkatan nafsu makan sebelum menstruasi membuat perempuan senang sekali mengemil. Biasanya hasrat nafsu makan ini spesifik untuk jenis makanan tertentu seperti makanan manis dan karbohidrat.

Tapi saat nafsu makan sedang gede itu para praktisi medis mengingatkan agar sebaiknya bijak dalam memilih jenis makanan, karena garam, gula, alkohol dan kafein bisa memperburuk gejala sindrom pra-menstruasi (PMS).

Peningkatan makan sekitar 100-200 kalori pada beberapa hari sebelum menstruasi disebabkan karena adanya perubahan kadar hormon estrogen dan juga progesteron.

Diketahui hormon estrogen yang bekerja menekan nafsu makan akan menurun jumlahnya, sedangkan hormon progesteron kadarnya akan meningkat yang membuat metabolisme menjadi lebih cepat sebesar 5-10 persen.

Tapi di sisi lain beberapa perempuan justru mengalami penurunan nafsu makan yang bahkan bisa membuat berat badannya menurun. Beberapa faktor yang mempengaruhi hal ini seperti mengalami kram di perut sebelum dan awal menstruasi.

Kram dan nyeri perut yang dirasakan bisa mengganggu aktivitas dan juga mempengaruhi kebiasaan makannya menjadi menurun. Kondisi ini juga dipicu oleh adanya fluktuasi hormon yang turut berperan.

Selain itu gejala lain yang muncul adalah gangguan perut seperti diare atau sembelit. Kadar prostaglandin yang tinggi menyebabkan peningkatan kontraksi dan motilitas otot polos pada saluran pencernaan yang bisa menimbulkan gangguan pencernaan sehingga berdampak terhadap nafsu makannya.